Pelajar era reformasi hobinya pacaran. Dari pagi hari sampai malam nanti. Di rumah, di sekolah, di jalan, di warung, di bioskop, di pantai, di gunung, semua serba pacaran. Kalau sering pacaran lupa sudah sama iman. Hidup serasa hanya di dunia milik mereka berdua. Tiada ingat bahwa di akhirat akan ditanya sama Sang Pencipta, tentang aktivitasnya selama di dunia. Walhasil, aborsi pun merajalela. Setiap hari ada saja praktek pembunuhan bayi, hasil hubungannya dengan pemuda tak tahu diri. Maunya hanya enak, tapi tak mau anak. Hobi ini tidak hanya monopoli pelajar kota, tetapi juga di desa-desa yang jauh dari pusat informasi. Tak peduli anak petani atau Pak Kiyai, semua sudah tak terkendali
Pelajar Indonesia generasi sekarang hobinya nongkrong baik sendiri maupun rame-rame, baik nongkrong di-mulut gang, di-jalan, di-warung, di-mall, di-tempat penyewaan play station, ataupun di-tempat game. Jarang yang betah di rumah dan punya hobi membaca dan menekuni hobi edukatif lainnya. Gaya hidupnya santai, dan lebih permisif dalam berbagai hal. Banyak yang mengkonsumsi minuman keras dan narkoba sebagai gaya hidup, dan bangga sebagai pelajar sok modern. Bangga kalau bergaya kebaratan sehingga banyak yang mengecat rambutnya warna-warni, hijau, biru, orange, pirang, dan ada yang dibotakin sebagian. Banyak juga yang bergaya punk, rambut gimbal (gak mau keramas), celana jeans sobek-sobek dan belang-belang seperti tidak pernah dicuci. Sebagian pelajar banyak yang ikut geng, dan tidak semua geng ini baik, banyak juga geng yang terlibat tawuran sehingga bikin jalanan macet, menakuti masyarakat yang lewat, dan merepotkan aparat kepolisian.