Wudhu adalah kegiatan bersuci untuk menghilangkan hadas kecil dengan menggunakan air bersih. Anggota badan yang disucikan adalah wajah, kedua tangan kepala (rambut)dan kedua kaki,[1] dengan cara yang ditentukan.
B. Tata Cara Wudhu
Seluruh umat Islam sepakat bahwa Wudhu disyari’atkan dalam Islam, sejak masa Rasulullah saw, hingga sekarang. Karena itu wudhu adalah hal penting yang tak terpisahkan dari agama. Adapun tata cara berwudhu yang dicontohkan oleh Rasulullah saw, sebagai berikut:
1. Membaca Basmalah.[2]
"Bismillaahir-rahmaanir-rahiim"
(Atas nama Allah, Maha Pemurah, Maha Pengasih)
2. Mengikhlaskan niat karena Allah[3]. Niat adalah murni pekerjaan hati, maka tidak perlu diucapkan, karena mengucapkan niat tidak disyari’atkan dalam agama[4].
3. Membasuh kedua telapak tangan sebanyak tiga kali.[5]
4. Kemudian berkumurlah, sambil menghirup air ke hidung kemudian menyemburkannya kembali sebanyak tiga kali.[6]
5. Membasuh wajah,[7] sebanyak tiga kali dengan mengusap kedua sudut mata.[8] Bagi yang berjenggot dituntun untuk menyela-nyelainya.[9]
6. Membasuh kedua tangan hingga sikut,[10] dimulai dari kanan dan digosok sebanyak tiga kali.[11]
7. Mengusap Kepala[12] dari permulaan kepala dengan menjalankan kedua tangan sampai tengkuk di bagian belakang lalu mengem-balikannya lagi kemuka.[13]
8. Kemudian mengusap telinga, dengan memasukkan jari telunjuk kedalam dua lubang telinga dan dua ibu jari mengusap punggung kedua telinganya. Mengusap telinga dilakukan langsung setelah mengusap kepala, cukup sekali saja.[14]
9. Basulah kedua kakimu beserta kedua mata kaki[15] dengan menggosoknya sampai ketumit[16] dan sela-sela jari sebanyak tiga kali.
10. Setelah itu ditutup dengan membaca do’a:
“Asyhadu allaa ilaaha illallaah wahdahu laa syariikalah wa asyhadu anna Muhammadan abduhuu wa rasuuluh”.
(Saya bersaksi bahwa tidak ada tuhan yang haq kecuali Allah, dan tiada sekutu bagiNya. Saya bersaksi, bahwa Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya).[17]
C. Landasan Dalil:
[1] Qs. al-Ma’idah [5] : 6
[2] HR. al-Nasa’i; sunan (Thaharah: 77) dan Ibn Khudzaimah, dari Anas ra. Hadits ini memiliki banyak jalur sehingga saling menguatkan satu sama lainnya dan dapat dipakai sebagai hujah.
[3] HR. al-Bukhari dalam kitab Shahih al-Bukhari di tujuh tempat (Bad'u al-Wahy, 1; al-Iman, 52; al-'Itq, 2344; al-Manaqib, 3609; al-Aiman wa al-Nudzur, 6195; al-Hiyal, 6439; an-Nikah, 6482), Imam Muslim dalam kitab Shahih Muslim di 2 tempat (al-Imarah, 3530; Fadha-il al-jiha-d, 1571), An-Nasaiy dalam kitab Sunan an-Nasaiy di 3 tempat (ath-Thaharah, 74; Thalaq, 3383; al-Aiman wa an-Nudzur, 3734), Abu Dawud dalam kitab Sunannya (ath-Thalaq, 1882), Ibn Majah dalam kitab Sunannya (Zuhd, 4217), dan Ahmad ibn Hanbal (Musnad Ahmad, 163 dan 283). Hadits ini berkualitas shahih lidzatihi dan dapat dipergunakan sebagai hujjah.
[4] Sayyid Sabiq, Fiqih Sunnah I (Jakarta, Pena Pundi Aksara, 2008), h. 41-42
[5] HR. Bukhariy, Shahih (Wudhu: 155 dan 159, Shaum: 1798, Riqaq: 5953), Muslim (Thaharah: 331 dan 332), al-Nasaiy, Sunan (Thaharah: 83 dan 84), Abu Dawud, Sunan (Thaharah: 96 dan 97), dan al-Darimiy, Sunan (Thaharah: 690). Hadits ini berkualitas shahih lidzatihi dan dapat dipergunakan sebagai hujjah.
[6] HR. Bukhariy, shahih (Wudhu: no. 155 dan 159, Shaum: no. 1798, Riqaq: no, 5953), Muslim , shahih (Thaharah: no. 331 dan no. 332), dari Humran. Selain itu pula diriwayatkan oleh Abu Dawud (Sunan, 99). Dengan lafal berbeda tetapi memiliki makna yang sama diriwayatkan oleh Nasaiy (Sunan, 91, 92, 93, 94, 95, 114), Tirmidzi (Sunan, 45), Ahmad ibn Hanbal (Musnad (830,995, 1078, 1279, 1285, 1308), dan al-Darimiy (Sunan, 696). Hadits ini berkualitas shahih lidzatihi sehingga dapat dipakai sebagai hujjah.
[7] Qs. Al-Ma’idah [5] : 6
[8] HR. Abu Dawud, sunan (Thaharah, 115) dan Ibn, Majah, sunan (Thaharah, 438). Kualitas hadits ini adalah hasan lidzatihi sehingga dapat digunakan sebagai hujjah.
[9] HR. Tirmidzi, sunan (Thaharah, 31); dan Ibn Majah, sunan (Thaharah, 148), dengan kualitas shahih sehingga dapat pakai sebagai hujjah.
[10] Qs. Al-Ma’idah [5] : 6
[11] HR. Ahmad (Musnad, 15846). Dalam jalur-sanadnya, hadis ini diriwayatkan oleh Abu Dawud al-Thayyalisiy, Syu'bah, Habib ibn Zaid, 'Abbad ibn Tamim 'Abdullah ibn Zaid ibn 'Ashim. Semua rawi dalam sanad tersebut adalah orang-orang siqqah. Dengan demikian, hadis ini berkualitas shahih lidzatihi.
[12] Qs. Al-Ma’idah [5] : 6
[13] HR. Bukhari, Shahih al-Bukhari (Wudhu: 179), Tirmidzi Sunan (Thaharah: 30), Nasaiy Sunan, (Thaharah: 96, 97), Abu Dawud, Sunan (Thaharah: 103), Ibn Majah Sunan (Thaharah: 428), Ahmad ibn Hanbal (Musnad, 15836, 15843), dan Malik (Muwaththa', Thaharah: 29). Hadits ini berkualitas shahih dan dapat dipergunakan sebagai hujjah.
[14] HR. Abu Dawud, sunan (Thaharah: 116) dan al-Nasa’i, sunan (Thaharah : 101). Hadits ini berkualitas shahih lidzatihi dan dapat dipergunakan sebagai hujjah.
[15] Qs. Al Ma’idah [5] : 6
[16] HR. Bukhari, Shahih (58, 94, 158, 160); Muslim, , shahih (353, 354, 355, 356, 358Tirmidzi, Nasaiy, Ibn Majah, Ahmad ibn hanbal dan al-Darimiy), Sunan al-Tirmidzi (39), Sunan al-Nasaiy (110), Sunan Ibn Majah (444, 446, 448),Musnad Ahmad ibn hanbal (6518, 6519, 6681, 6806, 6825, 8482, 8685, 8897, 8936, 9186, 9642, 9858, 13873, 14963, 22506, 23375, 23403, 23537, 24411, 25017), dan Sunan al-Darimiy (700,701). Hadits ini berkualitas shahih dan dapat dipergunakan sebagai hujjah.
[17] HR. Muslim, shahih (Thaharah: 345)dan Ahmad Ibn Hambal (Musnad IV, 145). Hadits ini berkualitas shahih dan dapat dipergunakan sebagai hujjah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar