Oleh. Rio Efendi Turipno
Saat ini tidak jarang kita lihat ditengah-tengah masyarakat, baik artis, pejabat maupun sahabat kita, berjabat tangan dan pegangan tangan dengan yang bukan mahramnya. Ini sudah menjadi hal yang lumrah. Bahkan ada yang sampai dengan bangga mempertontonkan di Televisi adegan "cipika-cipiki" (singkatan dari Cium Pipi kanan dan Cium Pipi Kiri) antara laki-laki dan perempuan yang belum halal baginya.
Sungguh aneh! sejak kecil, kita sering mendapatkan doktrin, dari guru-guru agama kita (SD, SMP, SMA) bahwa bersentuhan kulit dengan lawan jenis yg bukan mahram akan membatalkan wudhu. Bahkan para ustadz-ustadz dalam ceramahnya sering menjelaskan, bahwa doktrin itu terkait berdasar hukum yg ditetapkan oleh Imam Syafi’i. Dan sebagai penganut Mazhab Imam Syafi’i, sudah barang tentu kita harus mengikuti ketetapannya. Namun dalam hal bersalaman dengan yang bukan mahram, sebagian besar umat Islam di negeri ini justru menutup mata dengan persoalan ini. Seolah-olah ini hanyalah masalah sepele saja. Padahal jika kita mencontoh kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagai qudwah kita, tak pernah sedikit pun beliau mencontohkan berjabat tangan dengan wanita yang bukan mahramnya. Bahkan beliau mengharamkan seorang lelaki menyentuh wanita yang tidak halal baginya. Beliau pernah bersabda:
لَأَنْ يُطْعَنَ فِي رَأْسِ أَحَدِكُمْ بِمِخْيَطٍ مِنْ حَدِيْدٍ خَيْرٌ لَهُ مِنْ أَنْ يَمَسَّ امْرَأَةً لاَ تَحِلُّ لَهُ
“Kepala salah seorang ditusuk dengan jarum dari besi itu lebih baik baginya daripada menyentuh wanita yang tidak halal baginya.” (HR. Ath-Thabarani dalam Al-Kabir 20/210 dari Ma’qil bin Yasar radhiyallahu ‘anhu, lihat Ash-Shahihah no. 226)
Asy-Syaikh Al-Albani rahimahullahu berkata, “Dalam hadits ini ada ancaman yang keras bagi lelaki yang menyentuh wanita yang tidak halal baginya. Dan juga merupakan dalil haramnya berjabat tangan dengan para wanita, karena jabat tangan tanpa diragukan masuk dalam pengertian menyentuh. Sungguh kebanyakan kaum muslimin di zaman ini ditimpa musibah dengan kebiasaan berjabat tangan dengan wanita (dianggap sesuatu yang lazim, bukan suatu kemungkaran, -pent.). Di kalangan mereka ada sebagian ahlul ilmi, seandainya mereka mengingkari hal itu hanya di dalam hati saja, niscaya sebagian perkaranya akan menjadi ringan, namun ternyata mereka menganggap halal berjabat tangan tersebut dengan beragam jalan dan takwil. Telah sampai berita kepada kami ada seorang tokoh besar di Al-Azhar berjabat tangan dengan para wanita dan disaksikan oleh sebagian mereka. Hanya kepada Allah Subhanahu wa ta'ala kita sampaikan pengaduan dengan asingnya ajaran Islam ini di tengah pemeluknya sendiri. Bahkan sebagian organisasi-organisasi Islam berpendapat bolehnya jabat tangan tersebut. Mereka berargumen dengan apa yang tidak pantas dijadikan dalil, dengan berpaling dari hadits ini4 dan hadits-hadits lain yang secara jelas menunjukkan tidak disyariatkan jabat tangan dengan kaum wanita non-mahram.” (Ash-Shahihah, 1/448-449)
Dalam membaiat para shahabiyyah sekalipun, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak menjabat tangan mereka. ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha istri beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengabarkan:
أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يَمْتَحِنُ مَنْ هَاجَرَ إِلَيْهِ مِنَ الْمُؤْمِنَاتِ بِهَذِهِ اْلآيَةِ بِقَوْلِ اللهِ تَعَالَى {ياَ أيُّهَا النَّبِيُّ إِذَا جَاءَكَ الْمُؤْمِنَاتُ يُبَايِعْنَكَ} إِلَى قَوْلِهِ {غَفُوْرٌ رَحِيْمٌ} قَالَ عُرْوَةُ: قَالَتْ عَائِشَةُ: فَمَنْ أَقَرَّ بِهَذَا الشَّرْطِ مِنَ الْمُؤْمِنَاتِ، قَالَ لَهَا رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: قَدْ باَيَعْتُكِ؛ كَلاَمًا، وَلاَ وَاللهِ مَا مَسَّتْ يَدُهُ يَدَ امْرَأَةٍ قَطُّ فِي الْمُبَايَعَةِ، مَا يبُاَيِعُهُنَّ إِلاَّ بِقَوْلِهِ: قَدْ باَيَعْتُكِ عَلَى ذَلِكَ
“Sesungguhnya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menguji kaum mukminat yang berhijrah kepada beliau dengan firman Allah Ta’ala: “Wahai Nabi, apabila datang kepadamu wanita-wanita yang beriman untuk membaiatmu….” Sampai pada firman-Nya: “Allah Maha Pengampun lagi Penyayang.” Urwah berkata, “Aisyah mengatakan: ‘Siapa di antara wanita-wanita yang beriman itu mau menetapkan syarat yang disebutkan dalam ayat tersebut’.” Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pun berkata kepadanya, “Sungguh aku telah membaiatmu”, beliau nyatakan dengan ucapan (tanpa jabat tangan).” ‘Aisyah berkata, “Tidak, demi Allah! Tangan beliau tidak pernah sama sekali menyentuh tangan seorang wanita pun dalam pembaiatan. Tidaklah beliau membaiat mereka kecuali hanya dengan ucapan, “Sungguh aku telah membaiatmu atas hal tersebut.” (HR. Al-Bukhari no. 4891 dan Muslim no. 4811)
Al-Hafizh Ibnu Hajar Al-Asqalani rahimahullahu berkata, “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam membaiat mereka hanya dengan mengucapkan “Sungguh aku telah membaiatmu”, tanpa beliau menjabat tangan wanita tersebut sebagaimana kebiasaan yang berlangsung pada pembaiatan kaum lelaki dengan menjabat tangan mereka.” (Fathul Bari, 8/811)
Al-Imam An-Nawawi rahimahullahu menyatakan bahwa hadits ini menunjukkan tidak bolehnya menyentuh kulit wanita ajnabiyyah (non mahram) tanpa keperluan darurat, seperti karena pengobatan dan hal lainnya bila memang tidak didapatkan dokter wanita yang bisa menanganinya. Karena keadaan darurat, seorang wanita boleh berobat kepada dokter laki-laki ajnabi (bukan mahram si wanita). (Al-Minhaj, 13/14)
Pemimpin harus menjadi contoh bagi rakyatnya
Umaimah bintu Ruqaiqah berkata: “Aku bersama rombongan para wanita mendatangi Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk membaiat beliau dalam Islam. Kami berkata, “Wahai Rasulullah, kami membaiatmu bahwa kami tidak menyekutukan Allah dengan sesuatupun, tidak akan mencuri, tidak berzina, tidak membunuh anak-anak kami, tidak melakukan perbuatan buhtan yang kami ada-adakan di antara tangan dan kaki kami, serta kami tidak akan bermaksiat kepadamu dalam perkara kebaikan.” Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesuai yang kalian mampu dan sanggupi.” Umaimah berkata, “Kami berucap, ‘Allah dan Rasul-Nya lebih sayang kepada kami daripada sayangnya kami kepada diri-diri kami. Marilah, kami akan membaiatmu wahai Rasulullah!’.” Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam kemudian berkata:
إِنِّي لاَ أُصَافِحُ النِّسَاءَ، إِنَّمَا قَوْلِي لِمِائَةِ امْرَأَةٍ كَقَوْلِي لِامْرَأَةٍ وَاحِدَةٍ
“Sesungguhnya aku tidak mau berjabat tangan dengan kaum wanita. Hanyalah ucapanku kepada seratus wanita seperti ucapanku kepada seorang wanita.” (HR. Malik 2/982/2, An-Nasa`i dalam ‘Isyratun Nisa` dari As-Sunan Al-Kubra 2/93/2, At-Tirmidzi, dll. Lihat Ash-Shahihah no. 529)
Dari hadits-hadits yang telah disebutkan di atas, jelaslah larangan berjabat tangan dengan wanita yang bukan mahram. Karena seorang lelaki haram hukumnya menyentuh atau bersentuhan dengan wanita yang tidak halal baginya. Karena hal tersebut dikategorikan dengan zina tangan. Sebagaimana Sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam:
حَدَّثَنَا إِسْحَقُ بْنُ مَنْصُورٍ أَخْبَرَنَا أَبُو هِشَامٍ الْمَخْزُومِيُّ حَدَّثَنَا وُهَيْبٌ حَدَّثَنَا سُهَيْلُ بْنُ أَبِي صَالِحٍ عَنْ أَبِيهِ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ {كُتِبَ عَلَى ابْنِ آدَمَ نَصِيبُهُ مِنْ الزِّنَا مُدْرِكٌ ذَلِكَ لَا مَحَالَةَ فَالْعَيْنَانِ زِنَاهُمَا النَّظَرُ وَالْأُذُنَانِ زِنَاهُمَا الِاسْتِمَاعُ وَاللِّسَانُ زِنَاهُ الْكَلَامُ وَالْيَدُ زِنَاهَا الْبَطْشُ وَالرِّجْلُ زِنَاهَا الْخُطَا وَالْقَلْبُ يَهْوَى وَيَتَمَنَّى وَيُصَدِّقُ ذَلِكَ الْفَرْجُ وَيُكَذِّبُهُ }
Telah menceritakan kepada kami [Ishaq bin Manshur] telah mengabarkan kepada kami [Abu Hisyam Al Makhzumi] telah menceritakan kepada kami [Wuhaib] telah enceritakan kepada kami [Suhail bin Abu Shalih] dari [bapaknya] dari [Abu Hurairah] dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, beliau bersabda: “Sesungguhnya manusia itu telah ditentukan nasib perzinaannya yang tidak mustahil dan pasti akan dijalaninya. zina kedua mata adalah melihat, zina kedua telinga adalah mendengar, zina lidah adalah berbicara, zina kedua tangan adalah menyentuh, zina kedua kaki adalah melangkah, dan zina hati adalah berkeinginan dan berangan-angan, sedangkan semua itu akan ditindak lanjuti atau ditolak oleh kemaluan.” [HR. Shahih Muslim: 4802]
Dan Allah Subhanahu wa ta’ala berfirman:
وَلَا تَقْرَبُوا الزِّنَا ۖ إِنَّهُ كَانَ فَاحِشَةً وَسَاءَ سَبِيلًا
"Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji dan suatu jalan yang buruk.' [QS: Al Isra: 32]
Al-Imam Asy-Syinqinthi rahimahullahu berkata, “Tidaklah diragukan bahwa sentuhan tubuh dengan tubuh lebih kuat dalam membangkitkan hasrat laki-laki terhadap wanita, dan merupakan pendorong yang paling kuat kepada fitnah daripada sekedar memandang dengan mata.7 Dan setiap orang yang adil/mau berlaku jujur akan mengetahui kebenaran hal itu.” (Adhwa`ul Bayan, 6/603)
Wallahu a'lam
Tidak ada komentar:
Posting Komentar