R
|
asulullah SAW bersabda, "Ingatlah, dalam tubuh manusia itu ada segumpal daging. Kalau
segumpal daging itu baik, maka akan baiklah seluruh tubuhnya. Tetapi, bila
rusak, niscaya akan rusak pula seluruh tubuhnya. Segumpal daging itu bernama
hati!" (HR. Bukhari dan Muslim)
Segumpal daging yang
bernama Hati ini ternyata dapat menentukan baik-buruknya diri kita. Apabila
hati kita baik, maka baik pula diri kita. Dan tentu saja sebaliknya, apabila
hati kita kotor dan buruk, maka buruk pula diri kita. Hati disini merupakan
tempat terjadinya resonansi. Secara sederhana resonansi adalah penularan
getaran kepada benda lain. Ibarat gitar
yang mempunyai tabung resonansi dimana lubangnya menghadap ke
deretan senarnya. Jika senar tersebut dipetik dan
digetarkan, maka udara di dalam ruang akan teresonansi dan ikut bergetar.
Sehingga gitar tersebut akan menghasilkan suara yang keras dan merdu. Begitu
juga hati Ibarat tabung gitar
tadi, hati kita akan melahirkan resonansi getaran yang berbeda-beda pada saat
kita berpikir dan berbuat sesuatu. Semua bergantung pada kualitas getaran dari
niat hatinya. Semakin hati kita tulus, Ikhlas dan sabar, maka ia akan mendekati
sifat mulia yang Allah inginkan, Getarannya pun akan nampak dalam prilakunya
yang cenderung lebih lembut dan halus.
Jika kita memiliki hati yang ikhlas dan penuh kesabaran. Hati kita akan
menjadi tentram dan damai. Sebab semakin lembut hati seseorang, maka semakin
tinggi pula frekuensinya. Dan semakin tinggi frekuensinya, maka ia akan
menghasilkan cahaya. Ketika cahaya ini semakin menguat, maka ia akan merembet
keluar dan menggetarkan seluruh bioelektron di dalam tubuhnya. Hasilnya, tubuh
kita akan mengeluarkan cahaya atau aura yang jernih. Kita lebih sering
menyebutnya sebagai inner beauty.
Jika kelembutan itu semakin menguat, maka aura atau inner
beauty itu akan merembet
semakin jauh mempengaruhi lingkungan bahkan benda-benda di sekelilingnya. Orang-orang disekitar kita pun akan merasakan
kenyamanan dan ketentraman tatkala berada disamping kita.
Berbeda dengan seorang yang pemarah atau temperamental cenderung memiliki emosi yang tak terkendali, pasti akan mengeluarkan getaran kasar dari hawa nafsunya. Jantungnya akan berdetak-detak tidak karuan. Jika dilihat dengan menggunakan alat pengukur getaran jantung ECG (electric cardiograph), akan terlihat bahwa grafik yang dihasilkan sangatlah kasar dengan gejolak yang tidak teratur. Gejolak yang tak terkendali akan meresonansi (menularkan getaran pada benda lain dengan mempengaruhi seluruh bioelektron didalam tubuhnya sehingga menghasilkan panas tubuh dengan ciri-ciri fisik seperti telinga dan mata yang memerah, tubuh yang gemetar serta perkataan yang meledak-ledak tak terkendali. Panas tubuh tersebut merembet ke luar hingga dapat mempengaruhi hawa lingkungan orang-orang disekitarnya. Makanya, jangan heran ketika kita berdekatan dengan orang yang pemarah. Hawa ruangan pun akan berubah menjadi panas dan membuat gelisah, sehingga hati kita pasti akan merasa tidak nyaman. Itulah efek samping tatkala kita terlalu memperturutkan emosi, diri kita akan menjadi kasar dan selalu gelisah, serta membuat semua yang ada disekeliling kita menjadi tidak nyaman.
Berbeda dengan seorang yang pemarah atau temperamental cenderung memiliki emosi yang tak terkendali, pasti akan mengeluarkan getaran kasar dari hawa nafsunya. Jantungnya akan berdetak-detak tidak karuan. Jika dilihat dengan menggunakan alat pengukur getaran jantung ECG (electric cardiograph), akan terlihat bahwa grafik yang dihasilkan sangatlah kasar dengan gejolak yang tidak teratur. Gejolak yang tak terkendali akan meresonansi (menularkan getaran pada benda lain dengan mempengaruhi seluruh bioelektron didalam tubuhnya sehingga menghasilkan panas tubuh dengan ciri-ciri fisik seperti telinga dan mata yang memerah, tubuh yang gemetar serta perkataan yang meledak-ledak tak terkendali. Panas tubuh tersebut merembet ke luar hingga dapat mempengaruhi hawa lingkungan orang-orang disekitarnya. Makanya, jangan heran ketika kita berdekatan dengan orang yang pemarah. Hawa ruangan pun akan berubah menjadi panas dan membuat gelisah, sehingga hati kita pasti akan merasa tidak nyaman. Itulah efek samping tatkala kita terlalu memperturutkan emosi, diri kita akan menjadi kasar dan selalu gelisah, serta membuat semua yang ada disekeliling kita menjadi tidak nyaman.
Kita
tinggal memilih, mau menjadi orang yang mudah terbawa emosi atau orang yang
memiliki jiwa yang lembut, sabar dan ikhlas? Orang yang jiwanya mudah
dipengaruhi emosinya, maka akan tampil sebagai sosok yang hatinya keras, rapuh
dan mudah putus asa. Sedangkan orang yang berjiwa lembut, sabar dan ikhlas akan
tampil sebagai sosok yang kuat hatinya. Tentu saja, bukan sekedar dalam arti
fisik, melainkan kekuatan pribadinya dalam menghadapi gelombang kehidupan ini.
Kita bisa melihat bagaimana kekuatan yang terpancar dari jiwa Rasulullah SAW.
Kelembutan dan kesucian hatinya selalu terpancar dalam keteladanan yang beliau
tampakkan dalam kesehari-hariannya. Keteladanan beliau ini telah mampu
“menggetarkan” semua orang pada masanya. Bahkan, hingga kini, “getaran”
tersebut mampu menggerakkan satu setengah miliar umat manusia di seluruh
penjuru planet bumi ini untuk mengikutinya. Itulah
yang disebut dengan kekuatan jiwa.
Allah SWT telah berfirman: ”Sesungguhnya
Kami telah menjadikan apa yang di bumi sebagai perhiasan baginya, agar Kami
menguji mereka siapakah di antara mereka yang terbaik perbuatannya”. (Qs. Al-Kahfi [18] :
7)
Setiap manusia pasti memiliki kekuatan jiwa yang berbeda antara satu dengan
yang lain. Kekuatan jiwa ini bergantung pada kualitas hati masing-masing.
Seseorang boleh jadi dapat melihat dengan menggunakan kedua matanya, mendengar
dengan menggunakan kedua telinganya, dan meraba dengan kulitnya. Akan tetapi
perlu kita ketahui, bahwa orang yang melihat belum tentu memahami apa yang ia
lihat. Orang yang mendengar pun belum tentu memahami apa yang ia dengar. Begitu juga orang yang meraba, belum tentu memahami apa yang dia raba.
Semua itu akan terjadi jikalau buta mata hatinya. Orang-orang yang buta mata
hatinya adalah mereka yang tidak mampu melihat kebenaran (al-haq) dan
tidak mampu menerima nasehat kebaikan, disebabkan karena gemar mengikuti hawa
nafsu dalam diri mereka dan sesungguhnya orang-orang yang hanya mengikuti hawa
napsu, tanpa disadarinya dia hanya mendengarkan bisikan setan saja.
Jika kita pelajari Islam secara dalam,
sebenarnya kita sudah bisa menyimpulkan, bahwa Allah menginginkan kita melalui
ajaran Islam menjadi orang-orang yang hatinya bersih, penuh dengan kesabaran
dan keikhlasan. Itulah sebabnya Dia menurunkan perintah puasa kepada umatnya, (Qs. Al-Baqarah [2] : 183, 184, 185, dan 187) semata-mata untuk mendidik kita agar mampu melawan
diri sendiri. Karena perang terhebat dalam hidup ini adalah perang melawan diri
sendiri, yakni mengalahkan diri sendiri yang di kuasai oleh berbagai nafsu.
Rasulullah Saw bersabda:
”Sesungguhnya Allah tidak melihat rupa-rupa (wajah) kalian, tidak pula harta
kalian, akan tetapi Dia melihat hati dan perbuatan kalian.” (HR. Muslim, 2564)
Hati adalah taman yang harus senantiasa
dibersihkan dan ditata setiap hari. Karena selain terdapat sumber kebaikan,
ketenangan, kedamaian, keindahan dan kebahagiaan. Di hati pula bersumber segala kefasikan. (Qs. As-Syam [91] : 8-10) Jika kita tidak menatanya
maka hati pun mudah kotor. Namun
jika kita mampu menatanya, Insya Allah disanalah sumber keindahan itu
muncul. Kita bisa lihat seorang musisi yang terkenal, yakni Beethoven, ia begitu piawai dalam menciptakan karya musiknya yang
spektakuler. Padahal dia adalah seorang yang tuli, tidak mampu mendengar suara
ataupun irama musik. Mungkin kita akan bertanya mengapa bisa demikian? Tentu
saja, ia menggunakan jiwa dan hatinya di dalam menciptakan serta merasakan seni
keindahan irama-irama musiknya.
Maka dari itu, kita dianjurkan dalam setiap shalat yang perlu kita aktifkan
adalah hati, sedangkan panca indera kita tutup rapat-rapat. Bukan lagi dengan panca indera ini kita berkomunikasi dengan Allah,
melainkan dengan hati. Begitu pula dzikir, sekalipun itu keluar dari mulut
kita, tapi letaknya di hati, bukan di mulut. Ikhlas pun letaknya juga di hati,
bukan di mulut. Cinta dan benci juga bersarang di dalam hati. Oleh sebab itu,
di dalam kehidupan manusia, orang yang selalu bertindak dengan menggunakan hati
jernihnya, maka ia tidak akan mudah untuk terbawa emosi dan tidak mudah salah
sangka. Karena dalam menghadapi setiap masalah yang membelit kehidupannya,
hidupnya selalu dipenuhi oleh cinta, kasih sayang pada orang lain.
Orang-orang seperti ini kehidupannya pasti akan dimudahkan oleh Allah.
Hatinya pun selalu tenang, sabar dan ikhlas dalam menghadapi problema hidup.
Rasulullah SAW bersabda: ”Barangsiapa rendah hatinya pada saudaranya
sesama muslim, maka Allah akan mengangkat derajatnya dan barangsiapa mengangkat
dirinya (sombong), maka Allah akan merendahkannya”. (HR. Thabraniy)
Rendah hati kepada sesama muslim adalah sifat yang terpuji. Karena dengan
sifat itu ia pasti akan selalu berbuat baik kepada sesamanya dan selalu menjaga
perasaan saudaranya yang seiman. Sikap rendah hati ini tidak akan membuat martabat kita jatuh atau
diremehkan oleh orang lain, melainkan sebaliknya, malah akan meninggikan
derajat kita dihadapan Allah.
Ada sebuah kisah nyata yang bisa kita
ambilkan pelajaran, yang datang dari desa kecil di Kalimantan Barat. Kisah Seorang
ibu yang memiliki 3 (tiga) orang anak. Ibu yang penyabar, penuh kasih sayang
dan selalu ikhlas dalam menjalani
kehidupannya.
Kelembutan hatinya terlihat dari prilaku
dan tutur katanya kepada siapa saja. Ia sangat sederhana, murah senyum serta
tidak pernah mengeluh dengan cobaan hidup yang dihadapinya.
Sebagai seorang wanita, ia dikaruniai
Allah dengan 3 orang anak. Ketiga anaknya itu dirawat dengan penuh kasih sayang
dan sabar hingga mereka dewasa. Begitu juga dalam menjalankan kewajibannya
sebagai istri. Ia mampu menjadi penyejuk hati bagi suaminya didalam rumah
tangga yang mereka bina. Dan disamping kesibukannya ini ia masih menyempatkan
diri untuk mengabdi di salah satu Taman Kanak-kanak (TK) di desanya.
Sungguh, ia jalankan kehidupannya semata-mata
untuk bermanfaat bagi orang lain. Namun dalam aktivitasnya sehari-hari,
terkadang ibu yang berhati mulia ini mendapatkan perlakuan yang tidak adil dan sering
dianggap remeh oleh orang-orang disekitarnya. Akan tetapi dengan ketabahannya,
ketidakadilan ini dibalas dengan sebuah senyuman Ikhlas yang keluar dari
bibirnya sebagai tanda, bahwa ia menyadari saat ini Allah sedang menguji
kesabarannya.
Akhirnya buah dari kesabarannya, kini
ibu itu mulai disegani dan dihormati oleh orang-orang yang berada di desanya.
Kisah ini menunjukkan betapa tingginya
derajat orang-orang yang berhati mulia. Sekalipun cobaan menerpanya, namun
hatinya tetap sabar dan ikhlas menjalani pelajaran hidup yang Allah berikan
kepadanya. Orang-orang seperti ini tidak
pernah membiarkan sedikitpun emosi menguasai dirinya. Sehingga dalam
kehidupannya ia selalu tenang dan bisa menyelesaikan setiap persoalan dengan
baik.
Mungkin pertanyaan yang muncul saat kita
membaca tulisan ini. Ada berapa banyakkah ibu-ibu yang berhati mulia ini disekitar kita? Mampukah
kita mencontohi sifat sabar dan ikhlas yang dimiliki ibu ini? Serta mampukah
ketiga anaknya itu meniru sifat ibunya, untuk menjadi anak-anak yang selalu sabar
dan ikhlas dalam menjalani hidup?
Sungguh luar biasa, tanpa kita sadari
ibu itu telah membuka mata hati kita dan mengajarkan kepada kita tentang inti
dari ajaran Islam yang sesungguhnya, yaitu sabar dan ikhlas.
Untuk itu ingatlah...! hati manusia bagaikan ruang kaca yang didalamnya terdapat pelita. Manakala semprongnya atau dinding kacanya kotor, tentu saja
semakin sulit baginya untuk menangkap petunjuk ilahi. Marilah senantiasa menjaga
kelembutan hati kita, dengan selalu mengingat Allah dalam segala aktifitas
sebagai penyuci jiwa. Serta menjauhi segala
potensi-potensi yang dapat merusak hati kita. Allah SWT telah berfirman:
"Sesungguhnya
pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan dimintai
pertanggungan jawabnya." (
Qs. Al-Isra [19] : 36)
masya'Allah
BalasHapussubhanallah banget... :D