Selasa, 30 Maret 2010

Penyaliban Yesus: Fakta Ataukah Kebohongan?

Oleh. Rio Efendi Turipno

Jum’at 2 April 2010 adalah hari libur nasional, bertepatan dengan hari raya umat kristiani, yaitu hari wafat Isa Almasih. Sebetulnya, istilah hari wafat Isa Almasih ini kurang tepat, karena menurut aqidah Islam, Nabi Isa alaihissalam tidak mati dan tidak pula disalib. Agama yang meyakini kematian Yesus di tiang salib adalah Kristen. Maka istilah yang lebih tepat adalah Hari Kematian Yesus Kristus. Karena dalam pandangan Kristen, Yesus adalah salah satu oknum Tuhan, maka istilah yang lebih pas lagi adalah “Hari Ulang Tahun Kematian Tuhan Kristiani.” Di kalangan Kristen, hari kematian Yesus itu masyhur dengan sebutan Jum’at Agung.

Ulang tahun kematian Yesus di tiang salib adalah salah satu inti iman Kristiani. Dalam 12 Pengakuan Iman Rasuli (Credo Nicaeano-Constantinopolitanum), umat Kristen memakai tiga perkataan untuk menekankan keyakinan akan kematian Yesus: “Dan kepada Yesus Kristus, Anaknya yang tunggal, Tuhan kita... disalibkan, mati dan dikuburkan, turun ke dalam kerajaan maut.”

Sedemikian pentingnya makna salib dalam iman kristiani, sehingga tanpa adanya penyaliban Yesus, maka gugurlah keyakinan Kristen tentang dosa waris, penebusan dosa, Trinitas, dan ketuhanan Yesus.


Dalam buku ”Memfitnah Yesus” karangan DR. Erwin Lutzer, secara khusus pada Bab II, menghantam Al-Qur'an sebagai kebohongan, karena membantah penyaliban Yesus. Dalam judul “Kebohongan 2: Yesus Tidak Disalibkan.” Di bawah judul tersebut, ia mencantumkan terjemah Al-Qur'an surat An-Nisa’ 157” (hlm. 39).

Menurut Erwin, kisah Al-Qur'an tentang kegagalan penyaliban Yesus adalah kebohongan. Alasannya, jika Tuhan menggagalkan penyaliban dengan membuat orang Yahudi salah tangkap, berarti Tuhan dalam Al-Qur'an bersalah atas tindak penipuan. Erwin menulis:

“Menurut Al-Qur'an, orang-orang Yahudi tidak berhasil membunuh Yesus, yang disebut sebagai rasul Tuhan. Beberapa penerjemah Muslim mengatakan bahwa orang-orang Yahudi membunuh seseorang yang dibuat Yesus tampak seperti Yesus. Tetapi hal ini akan membuat Tuhan bersalah atas penipuan dan ilusi. Mengapa Tuhan mau ikut serta dalam suatu tindakan yang menipu dan tidak jujur dengan menciptakan seseorang yang tampak seperti Yesus dan membuat orang yang tidak bersalah ini mati sebagai ganti Yesus? Tuhan pastinya bersalah karena tindak penipuan, memimpin orang-orang untuk percaya bahwa yang disalibkan itu adalah Yesus padahal kenyataannya itu adalah orang lain.” (hlm. 41).

Ayat Al-Qur'an yang digugat DR Erwin adalah sbb:

“Dan karena kekafiran mereka (terhadap Isa) dan tuduhan mereka terhadap Maryam dengan kedustaan besar (zina), dan karena ucapan mereka: "Sesungguhnya kami telah membunuh Al Masih, Isa putra Maryam, Rasul Allah,” padahal mereka tidak membunuhnya dan tidak (pula) menyalibnya, tetapi (yang mereka bunuh ialah) orang yang diserupakan dengan Isa bagi mereka. Sesungguhnya orang-orang yang berselisih paham tentang (pembunuhan) Isa, benar-benar dalam keragu-raguan tentang yang dibunuh itu. Mereka tidak mempunyai keyakinan tentang siapa yang dibunuh itu, kecuali mengikuti persangkaan belaka, mereka tidak (pula) yakin bahwa yang mereka bunuh itu adalah Isa” (Qs An-Nisa’ 157).

Benarkah Yesus di salib?

Para mufassir memahamkan surat An-Nisa’ 157 bahwa Nabi Isa sama sekali tidak disalib dan dibunuh, karena yang disalib dan dibunuh adalah orang lain yang diserupakan dengan Nabi Isa. Prof Dr H Mahmud Yunus dalam Tafsir Al-Qur’anul Karim menerjemahkan ayat tersebut, “Sebenarnya Isa itu bukan mereka bunuh atau mereka salibkan, tetapi yang mereka salib itu, adalah orang yang serupa dengan Isa, yang telah dibuat samar” (hlm. 94). Prof Buya Hamka dalam Tafsir Al-Azhar menyatakan, “Syubbiha artinya disamarkan. Yaitu diadakan orang lain, lalu ditimbulkan sangka dalam hati orang yang hendak membunuh itu bahwa orang lain itulah Isa” (Juz 6 hlm. 21).

Penyerupaan wajah orang lain menjadi Yesus sehingga proses penyaliban menjadi salah alamat tersebut, juga didukung oleh Bibel yang menyebutkan bahwa penangkapan dilakukan pada waktu gelap.

"Maka Yudas pergi ke tempat itu dengan membawa sepasukan tentara Romawi dan beberapa pengawal Rumah Tuhan yang disuruh oleh imam-imam kepala dan orang-orang Farisi. Mereka membawa senjata, lentera dan obor." (Yohanes 18:3).

Salah tangkap menjadi semakin mungkin, karena pertama Yesus punya mukjizat dapat merubah wajah (Matius 17:2). Terlebih lagi, para tentara yang melakukan penangkapan tidak ada yang mengenal wajah Yesus, sehingga mereka harus menyewa Yudas untuk menunjukkan siapa Yesus, dengan upah 30 keping uang perak (Matius 26:15).

Penyelamatan terhadap Nabi Isa dari penyaliban adalah tindakan yang sangat tepat dan terhormat. Bukankah Bibel sendiri mengakui bahwa orang yang mati di tiang salib adalah manusia terkutuk:

“…Sebab ada tertulis: “Terkutuklah orang yang digantung pada kayu salib!” (Galatia 3: 13).

Pernyataan Al-Qur'an bahwa orang-orang berselisih paham dan ragu-ragu tentang pembunuhan Isa adalah kebenaran yang tak dapat disangkal. Buktinya, laporan penyaliban dalam Bibel penuh kontradiktif dan keraguan, misalnya soal waktu penyaliban. Menurut Injil Markus 15:25, Yesus disalib pada jam 9, padahal menurut Injil Yohanes 19:14, pada jam 12 Yesus masih belum disalib. Sementara kedua Injil lainnya, yaitu Matius dan Lukas abstain tidak menulis apapun tentang waktu penyaliban.

Kontradiksi penyaliban Yesus masih banyak lagi, bisa dibaca dalam buku ”Dokumen Pemalsuan Alkitab” karya Mulyadi Samuel, terbitan Victory Press.

Maka sungguh aneh tudingan Dr Erwin Lutzer bahwa Tuhan dalam Al-Qur'an melakukan kesalahan dan penipuan. Rupanya Erwin lebih memihak orang kafir yang menginginkan kematian Nabi Isa dengan cara yang terkutuk.

Kesaksian Bibel tentang Penyaliban Yesus Diragukan

Setelah menuding Al-Qur'an berbohong soal keselamatan Yesus dari penyaliban, Dr Erwin Lutzer, mencoba membandingkan validitas Al-Qur'an dan Bibel. Menurutnya, Bibel lebih dipercaya karena Injil saksi mata sehingga laporannya lebih akurat ketimbang Al-Qur'an yang ditulis lebih dari 500 tahun kemudian oleh seorang Muhammad yang bukan saksi mata. Erwin menulis:

“Kitab Injil melaporkan mengenai kematian Yesus dengan kesadaran akan keadaan yang sebenarnya dan secara mendetail yang hanya dapat dilakukan oleh mereka yang merupakan saksi mata dari peristiwa tersebut. Selain para tentara Romawi, banyak orang yang berkumpul untuk melihat apa yang sedang terjadi saat itu” (hlm. 44).

Pernyataan ini adalah kebohongan, karena para murid Yesus bukanlah saksi mata penyaliban. Terbukti, menurut Bibel, ketika Yesus dibekuk tentara kafir, semua muridnya lari tunggang-langgang meninggalkan Yesus (Markus 14: 46-50). Ketika dihadapkan di pengadilan, Yesus sangat membutuhkan pembelaan para muridnya. Tetapi semua murid Yesus tak satupun yang melakukan pembelaan. bahkan Petrus, murid kesayangan Yesus, justru menyangkal dan mengaku tak kenal dengan Yesus (Markus 14: 68-71).

Para penulis keempat Injil pun tak satupun yang menyaksikan peristiwa dengan mata kepalanya. Semua penulis Injil ini bukan murid Yesus, bahkan Injil Markus sampai sekarang masih belum diketahui dengan pasti siapa pengarangnya, karena ia tidak menperkenalkan diri dalam Injil yang ditulisnya. Perhatikan komentar Lembaga Biblika Indonesia dalam Tafsir Injil Markus berikut:

“Pengarang Injil Markus adalah murid Petrus dari Roma, yang menyebutnya “Markus, anakku” (I Petrus 5: 13). Belum jelas apakah Markus ini sama dengan Yohanes Markus dari Yerusalem, anak Maria, yang tempatnya digunakan untuk berkumpul dan berdoa jemaat Kristen pertama (Kisah Para Rasul 12: 12).

Tanpa memperkenalkan diri, Markus memulai penulisannya: “Inilah permulaan Injil tentang Yesus Kristus, Anak Allah.” Dalam karyanya, Markus tidak menonjolkan diri. Juga tidak menyebut nama sendiri atau menambahkan sesuatu yang dapat menyingkapkan kepribadiannya” (hlm. 9-10).

Jika pengarang Injil itu masih misterius, maka mempercayai isinya sebagai dasar keimanan adalah kepercayaan yang misterius. Termasuk kepercayaan tentang Penyaliban Yesus. Wallahu a’lam

Tidak ada komentar:

Posting Komentar